1. Umum
Banyak organisasi telah melakukan "kaji
ulang" atau "audit" K3 untuk menilai kinerja K3-nya, Namun dalam pelaksanaan "kaji ulang" atau
"audit" secara mandiri ini belum tentu memadai untuk menjamin bahwa
kinerja organisasi akan secara berkelanjutan memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan dan kebijakan. Agar efektif,
kaji ulang dan audit tersebut harus dilaksanakan
dalam suatu sistem manajemen yang terstruktur dan terintegrasi dalam organisasi.
Standar persyaratan SMK3 ini ditujukan untuk
menyediakan elemen sistem manajemen K3 yang
efektif yang dapat diintegrasikan dengan persyaratan manajemen lain dan membantu organisasi dalam mencapai sasaran K3 dan
ekonomi.
Standar persyaratan SMK3 yang memungkinkan organisasi mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan
dan sasaran dengan mempertimbangkan
persyaratan legal dan informasi risiko K3. Dasar pendekatan standar ini diperlihatkan pada Gambar 1. Keberhasilan
organisasi dalam menerapkan SMK3 bergantung pada komitmen dari seluruh tingkatan dan fungsi organisasi terutama dari
manajemen puncak. Sistem ini memungkinkan suatu organisasi mengembangkan
kebijakan K3, menetapkan sasaran dan
proses untuk mencapai komitmen kebijakan, melakukan tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan
menunjukkan kesesuaian sistem yang ada terhadap
persyaratan dalam standar ini. Tujuan umum dari standar ini adalah untuk menunjang dan menumbuhkembangkan pelaksanaan K3
yang baik, sesuai dengan kebutuhan
sosial ekonomi. Keberhasilan penerapan dari standar ini dapat digunakan oleh organisasi untuk memberi jaminan kepada pihak
yang berkepentingan bahwa SMK3 yang
sesuai telah diterapkan.
Catatan Standar ini
didasarkan pada metodologi yang dikenal sebagai Plan-Do-Check-Act (PDCA).
PDCA dapat dijelaskan Iebih lanjut sebagai berikut.
Gambar 1 Model
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Plan (Perencanaan) :
menetapkan sasaran dan proses yang diperlukan
untuk mencapai hasil sesuai dengan
kebijakan K3
organisasi.
Do (Pelaksanaan) : melaksanakan proses.
Check (Pemeriksaan) : memantau dan
mengukur kegiatan proses terhadap
kebijakan, sasaran, peraturan
perundang-undangan
dan persyaratan K3 Iainnya serta melaporkan
hasilnya.
Act (Tindakan) : mengambil tindakan untuk perbaikan
kinerja K3 secara
berkelanjutan.
Pada umumnya organisasi mengelola kegiatannya melalui penerapan sistem
proses dan interaksinya, yang dikenal dengan
istilah "pendekatan proses" seperti pada ISO 9001. Karena metode PDCA
ini dapat diterapkan pada semua proses, maka dua metode ini dianggap sesuai
(kompatibel).
Standar ini berisi
persyaratan yang dapat diaudit secara obyektif. Namun demikian standar ini tidak menetapkan persyaratan mutlak untuk kinerja K3
di luar komitmen, di dalam kebijakan K3, untuk
memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan dan persyaratan lain yang diacu organisasi, untuk mencegah
cedera dan gangguan kesehatan, dan untuk melakukan perbaikan
berkelanjutan. Dengan demikian dua organisasi
yang melakukan kegiatan yang hampir sama tetapi memiliki kinerja K3 yang berbeda
keduanya dapat dinyatakan memenuhi persyaratan standar ini.
Standar ini tidak
mencakup persyaratan tertentu pada sistem manajemen yang lain, seperti manajemen mutu, manajemen lingkungan, manajemen keamanan,
atau manajemen keuangan. Walaupun demikian,
elemen-elemen dalam standar ini dapat digabungkan atau diintegrasikan
dengan sistem-sistem manajemen tersebut. Hal ini memungkinkan organisasi dapat
menyesuaikan sistem manajemen yang ada dengan maksud untuk menetapkan SMK3 yang
sesuai dengan persyaratan standar ini. Namun demikian, harus ditegaskan bahwa penerapan berbagai elemen boleh berbeda bergantung
pada tujuan yang diharapkan dan keterlibatan pihak yang berkepentingan.
Tingkat kerumitan dan kerincian SMK3, luas cakupan dokumentasi dan sumber
daya yang diperuntukkan bergantung pada beberapa faktor, seperti lingkup sistem,
ukuran dan sifat kegiatan, produk dan jasa, dan budaya organisasi.
2. Ruang
lingkup
Standar ini tidak menyatakan kriteria kinerja
K3 secara khusus, atau memberikan spesifikasi rinci untuk perancangan suatu
sistem manajemen.
Standar ini dapat diterapkan oleh setiap organisasi yang
akan:
a.
menetapkan SMK3
untuk mengurangi risiko bagi pegawai dan pihak lain yang berkepentingan
yang mungkin mengalami bahaya K3 akibat kegiatannya;
b.
menerapkan, memelihara dan melakukan
perbaikan SMK3 secara berkelanjutan;
c.
menjamin
kesesuaiannya dengan pernyataan kebijakan K3;
d.
menunjukkan kesesuaiannya dengan:
1.
membuat kebulatan
tekad dan deklarasi did; atau
2.
mencari konfirmasi
kesesuaian pelaksanaan K3 dari pihak yang memiliki kepentingan dengan organisasi, seperti pelanggan; atau
3.
mencari konfirmasi mengenai deklarasi
did dari pihak luar organisasi; atau
4.
mencari sertifikasi SMK3 dari Badan
Sertifikasi.
Semua persyaratan dalam standar SMK3 ini
dimaksudkan untuk diintegrasikan dalam sistem manajemen organisasi. Tingkat penerapannya akan bergantung pada beberapa
faktor seperti kebijakan K3 organisasi, sifat kegiatan dan
risiko serta kerumitan pekerjaan.
Spesifikasi standar ini diarahkan pada keselamatan
dan kesehatan kerja, dan bukan pada bidang keselamatan dan kesehatan yang
lain seperti program kesejahteraan pegawai, keselamatan produk, kerusakan aset
atau dampak lingkungan.
Organisasi yang kegiatannya melibatkan pengoperasian fasilitas/instalasi
nuklir/radiasi atau melakukan pemanfaatan zat radioaktif dan/atau sumber
radiasi pengion dalam menerapkan SMK3 di samping menerapkan semua persyaratan
dalam standar ini, juga harus memenuhi segala
ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundangan di bidang ketenaganukliran
yang sesuai dengan kegiatan organisasi.
BAB IV
PERSYARATAN MANAJEMEN K3
1.
Umum
Organisasi harus menetapkan, mendokumentasikan,
menerapkan, memelihara dan melakukan perbaikan berkelanjutan SMK3
sesuai dengan persyaratan standar ini dan menentukan cara memenuhi
persyaratannya. Organisasi harus menentukan dan mendokumentasikan Iingkup SMK3.
2. Tinjauan awal K3
Organisasi harus melaksanakan peninjauan awal kondisi
K3 organisasi saat sebelum menerapkan standar ini. Peninjauan awal
kondisi K3 organisasi dilakukan dengan:
a.
identifikasi
kondisi yang ada dibandingkan dengan butir-butir yang relevan pada SMK3 ini;
b.
identifikasi sumber
bahaya yang berkaitan dengan kegiatan organisasi;
c.
penilaian tingkat
pengetahuan, pemenuhan peraturan perundangan dan standar K3;
d.
membandingkan penerapan K3 dengan
organisasi dan sektor lain yang lebih baik;
e.
meninjau sebab dan
akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi dan gangguan, serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan
K3; dan
f.
menilai efektivitas dan efisiensi sumber
daya yang disediakan.
2.2.2 Hasil peninjauan awal K3 merupakan bahan masukan
dalam perencanaan dan pengembangan SMK3.
3 Kebijakan
K3
Manajemen puncak harus menetapkan dan mengesahkan
kebijakan SMK3 organisasi dan memastikan bahwa,
kebijakan tersebut:
a.
sesuai dengan sifat dan skala risiko
SMK3 organisasi berdasarkan hasil pemeringkatan;
b.
mencakup komitmen untuk pencegahan
cedera dan gangguan kesehatan dan perbaikan berkelanjutan manajemen dan kinerja
K3;
c.
mencakup komitmen untuk memenuhi
sekurangnya dengan persyaratan peraturan perundang-undangan yang dapat
diterapkan dan dengan persyaratan lain yang akan dipenuhi oleh organiasi yang
terkait bahaya K3;
d.
menyediakan kerangka kerja untuk
mengatur dan mengkaji sasaran K3;
e.
didokumentasikan, diterapkan dan dipelihara;
f.
dikomunikasikan kepada semua personel
yang bekerja dibawah pengendalian organisasi dengan maksud agar mereka
menyadari kewajiban K3-nya secara individual;
g.
tersedia untuk pihak
yang berkepentingan; dan
h.
dikaji ulang secara
berkala untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut masih relevan dan sesuai
dengan organisasi.
4. Perencanaan
1 Umum
Organisasi harus
membuat perencanaan K3 yang efektif dengan sasaran yang jelas dan terukur. Perencanaan harus memuat tujuan, sasaran dan
indikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi
sumber bahaya, pemeringkatan, penilaian dan pengendalian risiko sesuai dengan
persyaratan perundangan yang berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal
terhadap K3.
2 Identifikasi
bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
Identifikasi bahaya, penilaian dan
pengendalian risiko kegiatan, produk barang dan jasa harus
dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan K3. Prosedur identifikasi bahaya dan penilaian risiko
harus ditetapkan dan dipelihara, serta memuat hal-hal sebagai berikut:
a. pemeringkatan
kegiatan berdasarkan kerumitan dan potensi bahaya, serta konsekuensi yang
mungkin timbul;
CATATAN 1: Pemeringkatan kegiatan diatur
berdasarkan pertimbangan berikut:
1) kerumitan dan pentingnya setiap produk atau
kegiatan;
2) bahaya dan benar dampak (risiko) potensial yang
berhubungan dengan keselamatan, kesehatan,
Iingkungan, keamanan, mutu dan ekonomi dari setiap produk dan kegiatan; dan
3) konsekuensi yang mungkin timbul jika suatu produk rusak
atau suatu kegiatan dilaksanakan dengan tidak benar.
CATATAN 2: Pelaksanaan pemeringkatan kegiatan secara Iebih jelas dapat
mengacu pada dokumen IAEA Safety Standard
GS-G 3.1.
b.
kegiatan rutin dan non-rutin;
c. kegiatan semua personel yang memiliki akses ke daerah
kerja (termasuk kontraktor dan pengunjung);
d. perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia Iainnya;
e. identifikasi bahaya yang berasal dari luar daerah kerja
yang dapat mempengaruhi keselamatan dan
kesehatan personel yang berada dalam pengawasan organisasi;
f.
bahaya yang timbul
di sekitar daerah kerja oleh kegiatan terkait kerja dibawah pengawasan
organisasi;
CATATAN: Bahaya semacam ini dinilai sebagai aspek
Iingkungan
g. infrastruktur, peralatan dan bahan di daerah kerja, yang
disediakan oleh organisasi;
h. perubahan atau usulan perubahan organisasi, kegiatan,
atau bahan;
i.
modifikasi pada
SMK3, termasuk perubahan sementara, dan dampaknya pada operasi, proses
dan kegiatan;
kewajiban hukum yang berlaku yang berkaitan dengan
penilaian risiko dan implementasi pengendalian yang diperlukan; dan
k. rancangan daerah
kerja, proses, instalasi, peralatan, prosedur operasi dan organisasi kerja, termasuk adaptasi dengan kemampuan manusia.
Metodologi untuk identifikasi bahaya dan penilaian
risiko harus:
a.
ditentukan sesuai dengan ruang Iingkup,
sifat dan waktu untuk memastikan agar bersifat proaktif dan bukan reaktif; dan
b.
memberikan
identifikasi, prioritas dan dokumentasi risiko, serta aplikasi pengendalian yang
sesuai.
Dalam manajemen perubahan, organisasi harus
mengidentifikasi bahaya dan risiko K3 yang berkaitan dengan perubahan
organisasi, SMK3 atau kegiatannya, sebelum melakukan perubahan tersebut.
Organisasi harus memastikan bahwa hasil penilaian
risiko dipertimbangkan pada saat menentukan
pengendalian.
Pada saat menentukan pengendalian, atau
mempertimbangkan perubahan terhadap pengendalian yang
ada, perhatian harus diberikan untuk mengurangi risiko sesuai dengan urutan
berikut:
a.
eliminasi;
b.
penggantian/substitusi;
c.
pengendalian dengan rekayasa;
d.
pengendalian
administratif dan/atau pemberian tanda peringatan dan lain-lain; e. alat pelindung did.
Organisasi harus memastikan bahwa risiko K3 dan
kendali yang ditetapkan, telah dipertimbangkan
pada saat menetapkan, menerapkan dan memelihara SMK3.
Organisasi harus mendokumentasikan dan memelihara
hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko dan kendali yang
ditetapkan selalu mutakhir.
CATATAN: Untuk pedoman lebih lanjut tentang identifikasi
bahaya, penilaian risiko dan penetapan kendali, lihat OHSAS 18002.
Peraturan perundangan dan persyaratan lainnya
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan
memelihara prosedur untuk identifikasi dan
mengakses peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang dipergunakan
terkait dengan lingkup kegiatannya.
Organisasi harus memastikan bahwa peraturan
perundangan dan persyaratan lainnya yang berlaku dipertimbangkan dalam
menetapkan, menerapkan dan memelihara SMK3.
Organisasi harus memelihara informasi yang dimiliki
mengenai peraturan perundangan dan persyaratan
lainnya selalu mutakhir.
Organisasi harus mensosialisasikan peraturan perundangan dan
persyaratan lainnya kepada setiap pegawai,
serta pihak yang berkepentingan lain yang relevan dan berada di bawah
pengawasan organisasi.
Sasaran
Sasaran K3 yang ditetapkan oleh organisasi
sekurang-kurangnya harus memenuhi kualifikasi:
a.
dapat diukur;
b.
satuan/indikator pengukuran;
c.
sasaran pencapaian;
d.
jangka waktu
pencapaian; dan e. konsisten dengan kebijakan K3.
Penetapan sasaran K3 harus dikonsultasikan
dengan wakil pegawai, bidang/bagian/tim K3, atau pihak-pihak lain yang
terkait. Sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan perkembangan.
Indikator kinerja
Dalam menetapkan sasaran K3 organisasi harus menggunakan indikator kinerja
yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan
informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3.
Program SMK3
Program SMK3 yang berhasil memerlukan rencana yang dapat
dikembangkan secara berkelanjutan dan menetapkan sasaran SMK3 dengan
jelas. Hal
ini dapat dicapai dengan:
a. menetapkan sistem pertanggungjawaban dalam pencapaian
sasaran sesuai dengan fungsi dan tingkat manajemen
organisasi yang bersangkutan; dan
b.
menetapkan sarana,
metodologi dan kerangka waktu untuk pencapaian sasaran.
Penerapan
Jaminan kemampuan
Sumber daya manusia, sarana dan dana
Organisasi harus menyediakan personel yang memiliki kompetensi, sarana dan
dana yang memadai sesuai SMK3 yang
diterapkan. Dalam menyediakan sumber daya tersebut, organisasi harus membuat prosedur yang dapat
digunakan untuk memantau manfaat yang akan diperoleh maupun biaya yang
harus dikeluarkan. Dalam penerapan SMK3 yang efektif perlu mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut:
a. menyediakan sumber daya yang memadai sesuai dengan ukuran
dan kebutuhan;
b. melakukan identifikasi kompetensi kerja yang diperlukan
pada setiap tingkatan manajemen organisasi dan
menyelenggarakan setiap pelatihan yang dibutuhkan;
c. membuat
prosedur untuk mengkomunikasikan informasi K3 secara efektif;
d. membuat prosedur untuk mendapatkan masukan dan saran dari
pihak lain yang terkait di bidang K3;
e. membuat prosedur untuk pelaksanaan konsultasi dan
keterlibatan pegawai secara aktif.
Integrasi
Organisasi dapat mengintegrasikan SMK3 ke dalam
sistem manajemen organisasi yang ada. Jika dalam
hal pengintegrasian tersebut terdapat pertentangan dengan sasaran dan prioritas
organisasi, maka:
a. sasaran
dan prioritas SMK3 harus diutamakan;
b. penyatuan SMK3 dengan sistem manajemen organisasi
dilakukan secara selaras dan seimbang.
Tanggung jawab dan tanggung gugat
Peningkatan K3 akan efektif apabila semua pihak dalam organisasi
didorong untuk berperan serta dalam penerapan
dan pengembangan SMK3 serta memiliki budaya keselamatan kerja. Organisasi harus:
a.
menentukan, menunjuk, mendokumentasikan
dan mengkomunikasikan tanggung jawab dan tanggung gugat K3 dan
wewenang untuk bertindak dan menjelaskan mekanisme pelaporan untuk
semua tingkatan manajemen, pegawai, kontraktor, subkontraktor dan pihak lain yang
berkepentingan;
b.
mempunyai prosedur untuk memantau dan
mengkomunikasikan setiap perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang
berpengaruh terhadap sistem dan program K3;
c. dapat memberikan
reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang menyimpang atau
kejadian-kejadian lainnya.
Tanggung jawab manajemen organisasi terhadap K3
adalah:
a. manajemen puncak harus mengambil tanggung jawab akhir
SMK3;
b. manajemen puncak dapat mendelegasikan tugas dalam
pelaksanaan SMK3 kepada kepala bidang/bagian/tim K3;
c.
kepala bidang/bagian/tim K3 yang
ditunjuk untuk bertanggung jawab harus memastikan bahwa SMK3 telah diterapkan dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan
pada setiap lokasi dan jenis kegiatan dalam organisasi;
d.
manajemen
organisasi harus memahami kemampuan pegawai sebagai sumber daya yang berharga yang dapat ditunjuk untuk menerima wewenang
dan tanggung jawab dalam menerapkan dan mengembangkan SMK3.
Konsultasi, motivasi, kesadaran, dan partisipasi
Manajemen organisasi harus menunjukkan komitmennya terhadap K3 melalui konsultasi dan dengan melibatkan pegawai maupun pihak
lain yang terkait di dalam penerapan, pengembangan dan pemeliharaan SMK3,
sehingga semua pihak merasa ikut memiliki dan merasakan hasilnya.
Pegawai harus memahami serta
mendukung sasaran SMK3, dan perlu disadarkan terhadap
bahaya fisik, kimia, ergonomik, radiasi, biologis, dan psikologis yang mungkin dapat mencederai dan melukai mereka pada saat
bekerja serta harus memahami sumber bahaya
tersebut sehingga dapat mengenali dan mencegah tindakan yang mengarah terjadinya
insiden.
Organisasi
harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur agar
pegawai menyadari tentang:
pegawai menyadari tentang:
a.
konsekuensi K3,
aktual atau potensial dari kegiatan kerjanya, perilakunya dan keuntungan
K3 dari kinerja perorangan yang lebih baik;
b.
peranan dan
tanggung jawabnya serta pentingnya mencapai kesesuaian dengan kebijakan
K3, prosedur dan persyaratan SMK3 termasuk persyaratan kesiapsiagaan dan
tanggap darurat;
c. konsekuensi potensial akibat tidak mengikuti prosedur
yang ditetapkan
Organisasi
harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:
a. partisipasi pegawai melalui:
a. partisipasi pegawai melalui:
1)
keterlibatan mereka dalam identifikasi
bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya;
2)
keterlibatan dalam penyelidikan insiden;
3)
keterlibatan dalam
pengembangan dan kaji ulang kebijakan dan sasaran K3;
4)
konsultasi jika ada
perubahan yang mempengaruhi K3-nya;
5) perwakilan pada masalah K3.
Pegawai harus diberitahu tentang cara partisipasi
mereka, termasuk siapa wakil mereka dalam masalah K3.
b. konsultasi dengan kontraktor jika ada perubahan yang mempengaruhi
K3-nya. Organisasi harus memastikan bahwa, jika
wajar, pihak luar yang berkepentingan dikonsultasikan tentang masalah K3 yang terkait.
Budaya keselamatan
Berbagai jenis organisasi meningkatkan perhatian
terhadap pencapaian dan upaya menunjukkan kinerja
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) melalui pengendalian risiko K3 yang konsisten dengan kebijakan dan sasaran K3-nya. Hal
ini dilakukan dengan pengetatan peraturan perundang-undangan,
pengembangan kebijakan ekonomi dan tindakan lain yang menumbuhkembangkan praktek K3 yang baik, dan meningkatnya perhatian
tentang isu K3 oleh pihak yang
berkepentingan.
Pegawai harus memiliki sikap dan perilaku
untuk selalu peduli terhadap aspek K3 dalam pelaksanaan pekerjaannya, melakukan
pekerjaannya dengan hati-hati dan teliti, serta selalu mengkomunikasikan hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan,
peningkatan kinerja dan setiap kejanggalan pada
tempat kerja yang mempunyai potensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Manajemen organisasi harus dapat menciptakan
lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga pegawai dapat mengungkapkan isu K3
tanpa takut dipersalahkan, diintimidasi, didiskriminasi atau mendapat
sanksi.
Manajemen organisasi harus mempromosikan
perilaku, tata nilai dan asumsi dasar yang dapat mengembangkan budaya
keselamatan yang kuat. Manajemen organisasi harus memantau dan memperkuat
sifat-sifat yang telah diidentifikasi yang sangat penting untuk mencapai budaya keselamatan yang kuat dan harus
memberikan perhatian pada tandatanda awal penurunan
sifat-sifat tersebut, yang berarti pula penurunan pada budaya keselamatan.
Pelatihan dan kompetensi kerja
Organisasi harus memastikan bahwa setiap
pegawai yang pelaksanaan tugasnya dapat berpengaruh
pada K3 adalah personel yang kompeten karena memiliki pendidikan, pelatihan dan/atau pengalaman, dan rekaman kompetensinya
harus disimpan.
Organisasi harus mengidentifikasi dan menetapkan
kompetensi kerja dan pelatihan yang dibutuhkan yang
berkaitan dengan risiko K3 dan SMK3
Prosedur untuk melakukan identifikasi standar
kompetensi kerja dan penerapannya melalui program
pelatihan harus tersedia.
Standar kompetensi kerja K3 dapat dikembangkan
dengan:
a. menggunakan standar kompetensi kerja yang ada;
b. memeriksa uraian tugas dan jabatan;
c.
menganalisis tugas kerja;
d.
menganalisis hasil inspeksi dan audit;
dan
e.
meninjau ulang laporan insiden.
Kompetensi kerja harus diintegrasikan ke dalam
rangkaian kegiatan organisasi mulai dari penerimaan,
seleksi dan penilaian serta pelatihan pegawai.
Setelah penilaian kemampuan gambaran
kompetensi kerja yang dibutuhkan dilaksanakan, program pelatihan harus
dikembangkan sesuai dengan hasil penilaiannya yang telah mempertimbangkan perbedaan tingkat tanggung jawab, kemampuan,
ketrampilan bahasa dan risiko.
Organisasi harus menyediakan pelatihan atau
mengambil tindakan lain untuk memenuhi kompetensi pegawainya,
mengevaluasi efektivitas pelatihan atau tindakan lain tersebut, dan rekamannya
disimpan.
Kegiatan pendukung 4.2.1 Komunikasi
Komunikasi dua arch yang efektif dan
pelaporan rutin merupakan sumber penting dalam penerapan SMK3. Penyediaan
informasi yang sesuai bagi pegawai dan semua pihak yang terkait dapat digunakan untuk memotivasi dan mendorong penerimaan
serta pemahaman umum dalam upaya organisasi untuk meningkatkan kinerja
K3.
Organisasi harus mempunyai prosedur untuk
memastikan bahwa informasi K3 terbaru
dikomunikasikan ke semua pihak dalam organisasi. Ketentuan dalam
prosedur tersebut
harus dapat memastikan pemenuhan kebutuhan untuk:
a.
mengkomunikasikan hasil dari SMK3,
pemantauan, audit dan kaji ulang manajemen pada semua pihak
terkait yang bertanggung jawab dan memiliki andil dalam kinerja organisasi;
b.
melakukan
identifikasi dan menerima informasi yang terkait K3 dari luar organisasi; dan
c. memastikan bahwa informasi yang
terkait K3 dikomunikasikan kepada pihak lain di luar organisasi yang membutuhkannya.
Pelaporan
Prosedur pelaporan informasi yang terkait dan
tepat waktu harus ditetapkan untuk memastikan bahwa SMK3 dipantau dan
kinerjanya ditingkatkan.
Prosedur pelaporan internal perlu ditetapkan
untuk menangani:
a.
pelaporan terjadinya insiden;
b.
pelaporan ketidaksesuaian;
c.
pelaporan kinerja K3; dan
d.
pelaporan identifikasi sumber bahaya.
Prosedur pelaporan eksternal perlu ditetapkan
untuk menangani
a. pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundangan
sesuai dengan lingkup kegiatannya;
b.
pelaporan kepada
mitra kerja terkait. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan unsur utama dari
setiap sistem manajemen dan harus dibuat sesuai
dengan kebutuhan organisasi. Proses dan prosedur kegiatan organisasi harus ditentukan
dan didokumentasikan serta diperbaharui apabila diperlukan.
Organisasi harus dengan jelas menentukan jenis
dokumen. Sistem dokumentasi SMK3 harus mencakup:
a.
kebijakan dan sasaran K3;
b.
uraian lingkup SMK3;
c.
uraian unsur utama SMK3 dan
interaksinya, dan acuan ke dokumen terkait;
d.
dokumen termasuk rekaman
seperti yang disyaratkan oleh standar ini;
e. dokumen,
termasuk rekaman, yang diperlukan oleh organisasi untuk memastikan perencanaan, operasi dan pengendalian proses yang
efektif dan terkait dengan manajemen tentang risiko K3-nya.
CATATAN: Dokumentasi harus proporsional dengan tingkat
kerumitan, bahaya dan risiko dan dijaga pada kondisi
minimum yang diperlukan agar efektif dan efisien.
4.2.3.3 Agar unsur SMK3 terintegrasi dengan sistem
manajemen organisasi secara menyeluruh, maka pendokumentasian SMK3
harus diintegrasikan dalam keseluruhan dokumentasi yang ada.
Pengendalian dokumen
Dokumen yang disyaratkan oleh standar ini
harus dikendalikan. Rekaman merupakan bentuk khusus dokumen dan
harus dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang diberikan pada butir 4.2.6
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan
memelihara prosedur untuk:
a.
menyetujui dokumen sebelum diterbitkan;
b.
kaji ulang dan pemutakhiran yang
diperlukan dan menyetujui ulang dokumen;
c.
memastikan bahwa perubahan dan status
revisi terakhir dokumen diidentifikasi;
d. memastikan bahwa dokumen yang berlaku dan tersedia di
tempat penggunaan adalah versi yang mutakhir;
e. memastikan bahwa dokumen tetap dapat dibaca dan
diidentifikasi;
f.
memastikan bahwa
dokumen yang berasal dari luar dan dipandang penting oleh organisasi untuk
perencanaan dan operasi SMK3 diidentifikasi dan distribusinya dikendalikan; dan
g. mencegah
penggunaan dokumen yang tidak berlaku lagi dan membuat identifikasi yang sesuai
bagi dokumen tersebut jika ingin disimpan untuk keperluan lain.
4.2.5 Pembuatan rekaman dan manajemen informasi
Organisasi
harus membuat, mendokumentasikan, dan memelihara rekaman penerapan SMK3 yang mencakup hal-hal berikut:
a. persyaratan eksternal (peraturan perundangan) dan
persyaratan internal (indikator kinerja K3);
b. izin kerja;
c. risiko dan sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin, pesawat, alat
kerja dan peralatan lainnya, bahan dan
sebagainya, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja dan proses
produksi;
d.
kegiatan pelatihan K3;
e. kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan;
f.
pemantauan data;
g. rincian insiden, keluhan dan tindak lanjut;
h.
identifikasi produk termasuk
komposisinya;
i.
informasi mengenai
pemasok dan kontraktor; dan
j. audit dan peninjauan ulang SMK3.
Pengendalian rekaman
Organisasi harus membuat dan memelihara rekaman
untuk memperlihatkan kesesuaian dengan persyaratan
SMK3, dan hasil yang dicapai.
Organisasi harus membuat, menerapkan dan
memelihara prosedur untuk mengidentifikasi,
menyimpan, melindungi, mengambil kembali, meralat dan memusnahkan rekaman.
Rekaman harus tetap mudah dibaca, dapat
diidentifikasi dan ditelusuri.
Tindakan pengendalian
Umum
Organisasi harus merencanakan pengendalian
kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat
menimbulkan risiko kecelakaan kerja. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan kebijakan standar bagi daerah kerja, perancangan
instalasi dan bahan, prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan
mengendalikan kegiatan, produk barang dan jasa.
Pengendalian risiko
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui metode:
a. pengendalian teknis/rekayasa yang meliputi eliminasi,
substitusi, isolasi, ventilasi, higiene, sanitasi
dan alat pelindung diri;
b.
pendidikan dan pelatihan;
c. pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi
penghargaan dan motivasi diri;
d. evaluasi melalui audit internal, penyelidikan insiden dan
etiologi; dan
e. penegakan hukum.
CATATAN: Etiologi adalah ilmu yang mempelajari asal-usul
dan penyebab penyakit.
Perancangan (desain) dan rekayasa
Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dalam proses rekayasa harus dimulai sejak
tahap perancangan dan perencanaan.
Setiap tahap dan siklus perancangan meliputi
pengembangan, verifikasi kaji ulang, validasi dan
penyesuaian harus dikaitkan dengan identifikasi sumber bahaya, prosedur penilaian
dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Personel yang memiliki kompetensi kerja harus
ditentukan dan diberi wewenang dan tanggung jawab
yang jelas untuk melakukan verifikasi persyaratan SMK3.
Pengendalian administratif
Prosedur dan instruksi kerja yang terdokumentasi
pada saat dibuat harus mempertimbangkan aspek K3 pada
setiap tahapan. Rancangan dan kaji ulang prosedur hanya dapat
dibuat oleh personel yang memiliki kompetensi kerja dengan melibatkan para pelaksana. Personel pelaksana harus dilatih agar
memiliki kompetensi kerja dalam menggunakan prosedur. Prosedur harus
ditinjau ulang secara berkala terutama jika terjadi perubahan peralatan, proses
atau bahan baku yang digunakan.
KO ulang kontrak
Pengadaan barang dan jasa yang terkait dengan
keselamatan dilaksanakan melalui kontrak dan harus
dikaji ulang untuk memastikan kemampuan organisasi dalam memenuhi persyaratan
K3 yang ditentukan.
Pembelian
Sistem pembelian barang dan jasa termasuk
prosedur pemeliharaan barang dan jasa harus
terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan risiko kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Sistem pembelian harus memastikan agar
produk barang dan jasa serta pemasok/kontraktor memenuhi persyaratan K3.
Pada saat barang dan jasa diterima di daerah
kerja, organisasi harus menjelaskan kepada semua pihak
yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi,
penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Kesiapsiagaan dan tanggap darurat
Organisasi harus membuat, menerapkan dan
memelihara prosedur untuk menghadapi keadaan
darurat atau bencana, yang diuji secara berkala untuk mengetahui kehandalan pada saat kejadian yang sebenarnya. Pengujian
prosedur secara berkala tersebut dilakukan
oleh personel yang ditunjuk dan hal-hal yang memiliki potensi bahaya besar
harus dikoordinasikan dengan instansi terkait yang berwenang.
Organisasi harus melakukan tanggap darurat sesuai
dengan situasi darurat sebenarnya dan mencegah atau
memitigasi konsekuensi K3 yang terkait.
Dalam merencanakan tanggap darurat, organisasi
harus memperhitungkan pihak lain yang relevan,
seperti pelayanan kedaruratan dan lingkungan sekitar.
Organisasi harus secara berkala mengkaji ulang dan, jika perlu,
merevisi prosedur tanggap daruratnya,
terutama setelah pengujian berkala dan setelah terjadinya situasi kedaruratan.
Prosedur menghadapi insiden
Untuk
mengurangi pengaruh yang mungkin timbul akibat insiden, organisasi harus
memiliki prosedur yang meliputi:
a. penyediaan fasilitas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
(P3K) dengan jumlah yang cukup dan sesuai
sampai mendapatkan pertolongan medik.
b. proses
perawatan lanjutan.
Prosedur rencana pemulihan keadaan darurat
Organisasi harus membuat prosedur rencana pemulihan keadaan darurat untuk
segera mungkin
mengembalikan pada kondisi normal dan membantu pemulihan pegawai yang mengalami
trauma.
Pengukuran dan evaluasi
Pemantauan dan pengukuran kinerja
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk memantau
dan mengukur kinerja K3 secara berkala. Prosedur ini harus menguraikan:
a. ukuran kualitatif dan kuantitatif yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi;
b.
pemantauan tentang
dipenuhinya sasaran K3 organisasi;
c.
pemantauan
efektivitas pengendalian untuk keselamatan dan kesehatan;
d. tindakan proaktif kinerja yang memantau kesesuaian dengan
program K3, kriteria pengendalian dan operasional;
e.
tindakan reaktif
kinerja yang memantau gangguan kesehatan, insiden (termasuk kecelakaan,
kejadian nyaris celaka, dll.), dan bukti kejadian lain dan kekurangan kinerja
K3; dan
f. rekaman data dan hasil pemantauan dan pengukuran yang
cukup untuk memfasilitasi tindakan perbaikan
selanjutnya dan analisis tindakan pencegahan.
Jika diperlukan peralatan untuk memantau atau mengukur kinerja suatu
proses, maka organisasi harus membuat dan
memelihara prosedur untuk kalibrasi dan perawatan peralatan tersebut. Rekaman kalibrasi dan kegiatan
perawatan serta hasilnya harus dipelihara.
Evaluasi kepatuhan
Sesuai dengan komitmennya terhadap kepatuhan, organisasi harus
menetapkan, menerapkan dan memelihara
prosedur untuk mengevaluasi secara berkala kepatuhannya terhadap
peraturan perundangan yang berlaku. Rekaman hasil evaluasi berkala ini harus
dipelihara.
Organisasi juga harus mengevaluasi
kepatuhannya terhadap persyaratan lainnya yang berlaku. Evaluasi ini dapat digabung dengan evaluasi kepatuhan pada
peraturan perundangan, atau dapat juga dipisah. Rekaman hasil
evaluasi ini juga harus dipelihara.
Penyelidikan insiden
Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara
prosedur untuk merekam, menyelidiki dan menganalisis insiden
dengan maksud:
a.
menentukan penurunan kinerja K3 dan
faktor lain yang menyebabkan atau memberikan kontribusi bagi terjadinya
insiden;
b.
mengidentifikasi
kebutuhan akan tindakan perbaikan; c. mengidentifikasi
peluang untuk tindakan pencegahan;
d. mengidentifikasi peluang untuk perbaikan berkelanjutan; dan
e.
mengkomunikasikan hasil penyelidikan
tersebut.
Penyelidikan harus dilakukan secara tepat
waktu. Kebutuhan yang teridentifikasi untuk tindakan perbaikan atau peluang untuk tindakan perbaikan harus sesuai
dengan persyaratan pada butir
Hasil
penyelidikan insiden harus didokumentasikan dan dipelihara.
Ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan tindakan
pencegahan
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan
memelihara prosedur untuk menangani ketidaksesuaian balk yang aktual maupun
potensial dan untuk mengambil tindakan perbaikan dan tindakan
pencegahan.
Prosedur harus menguraikan persyaratan untuk:
a. mengidentifikasi dan memperbaiki ketidaksesuaian dan
mengambil tindakan untuk mengurangi
konsekuensi K3-nya;
b. menyelidiki ketidaksesuaian, menentukan penyebabnya dan
mengambil tindakan untuk menghindari agar
tidak terulang;
c. mengevaluasi kebutuhan tindakan yang diperlukan untuk
mencegah ketidaksesuaian dan menerapkan
tindakan yang sesuai yang dirancang untuk menghindari agar tidak terulang;
d. merekam dan mengkomunikasikan hasil tindakan perbaikan
dan tindakan pencegahan yang dilakukan; dan
e. mengkaji ulang
efektivitas tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan yang dilakukan.
Jika tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan
mengidentifikasi bahaya baru atau perubahan bahaya
atau kebutuhan untuk pengendalian baru atau perubahan pengendalian, maka prosedur harus mensyaratkan bahwa tindakan yang
diusulkan harus dilakukan pengkajian risiko sebelum penerapan.
Beberapa tindakan perbaikan atau pencegahan
yang diambil untuk mengeliminasi penyebab
ketidaksesuaian yang aktual atau potensial harus sesuai dengan besar masalah dan
sepadan dengan risiko K3 yang ditemukan.
Organisasi harus memastikan bahwa setiap perubahan
yang perlu yang timbul dari tindakan perbaikan
dan pencegahan telah dilakukan terhadap dokumentasi SMK3.
Pen!!Wan did
Manajemen puncak dan manajemen pada semua tingkatan
dibawahnya dalam organisasi sebaiknya melakukan penilaian diri untuk
mengevaluasi kinerja secara menyeluruh dan kemungkinan
untuk peningkatan budaya keselamatan. Hasil penilaian diri harus direkam dan didokumentasikan.
CATATAN: Pelaksanaan penilaian diri secara Iengkap
mengacu pada dokumen GS-G 3.1
Audit internal
Organisasi harus memastikan bahwa audit
internal SMK3 dilakukan pada selang waktu tertentu. Manajemen puncak
menunjuk pelaksana yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan audit internal
untuk:
a.
menentukan bahwa SMK3:
1) memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh standar ini;
2) telah diterapkan dengan baik dan dipelihara; dan 3) efektif dalam memenuhi kebijakan dan sasaran
organisasi;
b. memberikan informasi hasil audit kepada pihak
manajemen.
Program audit harus direncanakan, ditetapkan,
diterapkan, dan dipelihara oleh organisasi, berdasar
pada hasil penilaian risiko kegiatan organisasi, dan hasil audit sebelumnya.
Prosedur audit harus ditetapkan, diterapkan, dan dipelihara. Prosedur tersebut
harus mencakup:
a.
tanggung jawab,
kompetensi dan persyaratan untuk perencanaan dan pelaksanaan audit, pelaporan hasil dan penyimpanan rekaman terkait;
dan
b.
penentuan kriteria
audit, lingkup, frekuensi dan metodenya.
Pemilihan auditor dan pelaksanaan audit harus memastikan
obyektivitas dan ketidakberpihakan pada proses audit.
Kaji ulang manajemen
Manajemen puncak harus mengkaji ulang SMK3
organisasi, pada jeda waktu tertentu, untuk
memastikan kesesuaian, kecukupan dan efektivitas secara berkesinambungan. Kaji ulang harus mencakup penilaian untuk perbaikan dan
perlunya perubahan dalam SMK3, termasuk kebijakan dan sasaran K3.
Rekaman kaji ulang manajemen harus disimpan.
Masukan terhadap kaji ulang manajemen harus mencakup:
a. hasil
audit internal dan evaluasi kepatuhan dengan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang diikuti organisasi;
b.
hasil partisipasi dan konsultasi;
c. komunikasi yang relevan dari pihak luar yang
berkepentingan, termasuk pengaduan;
d.
kinerja K3 organisasi;
e. tingkat pencapaian sasaran K3 telah dipenuhi;
f. status penyelidikan insiden, tindakan perbaikan dan
tindakan pencegahan;
g. tindak lanjut dari kaji ulang manajemen sebelumnya;
h. keadaan yang berubah, termasuk perkembangan dalam peraturan
perundangan dan persyaratan lainnya yang terkait K3;
i.
rekomendasi untuk perbaikan; dan
j. hasil penilaian diri (jika dilaksanakan).
Hasil kaji ulang manajemen harus konsisten
dengan komitmen organisasi untuk melakukan perbaikan
berkelanjutan dan harus mencakup setiap keputusan dan tindakan yang terkait dengan kemungkinan perubahan pada:
a.
kinerja K3;
b.
kebijakan dan sasaran K3;
c.
sumber daya; dan
d.
unsur lain dari SMK3.
Hasil yang relevan dari kaji ulang manajemen harus
tersedia untuk keperluan komunikasi dan konsultasi.